Mengenang Jasa Pahlawan : Kapten Suwandak
Dalam
rangka memperingati hari Pahlwan 10 November 2013 ini tidak ada salahnya kita
mengenang kembali jasa-jasa para pahlawan dan senantiasa meneladani semangat
juang dan pengorbanan beliau-beliau demi tegak berdirinya bangsa dan negara
Indonesia.
Salah
satu pahlawan yang menjadi idola bagi sebagian besar siswa LKP MPC Komputer
Lumajang adalah Kapten Suwandak. Untuk mengenal kembali sosok pejuang gagah
berani ini marilah kita sedikit lebih mengenang beliau.
Kapten
Suwandak sebenarnya bukanlah putra asli Lumajang. Beliau adalah putra kelahiran
Banten, jadi di Jawa Timur ini khususnya di Lumajang beliau tidaklah memiliki
sanak famili. Awalnya Beliau menempuh pendidikan di K.E.S (Koningklyhe Emma
School) sebuah sekolah tehnik di Surabaya. Kemudian memasuki sekolah Opsir PETA
dan mengikuti pemeriksaan kesehatan di pendopo Kabupaten Probolinggo. Beliau
kemudian dijadikan anak angkat oleh Bapak Rivai yang ketika itu menjabat
sebagai Kepala Penjara (Lembaga Pemasyarakatan) di Probolinggo.
Kapten
Suwandak terkenal sebagai seorang pemberani, sejati dalam menghadapi musuh.
Oleh karena jasanyalah beliau dianugrahi pangkat Kapten. Wataknya yang keras,
tidak mau kalah, tidak mau menyerah pada siapapun juga. Karena keberaniannya
dan sifat kepemimpinannya beliau ditakuti oleh musuh dan disegani oleh
kawan-kawannya.
Kapten
Suwandak memobilisasi dan memimpin para pemuda dan rakyat dalam mempertahankan
kemerdekaan dari agresi militer Belanda. Perjuangan dilaksanakan dengan cara
gerilya. Pasukan menyerang dan menyergap pasukan musuh dan kemudian menghilang
masuk hutan dan membaur dengan rakyat.
Kapten
Suwandak ditugaskan menjaga wilayah perbatasan antara Probolinggo dan Lumajang
meliputi Kecamatan Ranuyoso, Klakah dan Randuagung. Pada siang hari, senin
tanggal 21 juli 1947 menyiagakan pasukannya di Klakah setelah ada pemberitahuan
tentang datangya tentara belanda di wilayah Perbatasan. Beliau memerintahkan
anggotanya pada malam hari untuk menebang pohon asam sebagai blokade jalan
menghambat pasukan Belanda ke arah Lumajang tetepi upaya tersebut tidak ada
artinya, karena pasukan belanda membawa peralatan perang berat dengan boldouzer
serta kendaraan tank baja sehingga blokade jalan yang dibuat Kapten Suwandak
dapat diatasi dengan mudah.
Belanda
memusatkan operasinya ke Gunung Argopuro untuk ”uitbu iten succes” atau ingin
memperbesar kemenangannya dengan situasi psikologis yang rawan berupa gelombang
penyerahan.
Kapten
Suwandak gugur setelah dihianati oleh satu-satunya pelayan kepercayaannya yang
berhasil ditipu oleh bujukan Belanda dengan iming-iming hadiah 50 gulden bagi
siapa saja yang menunjukan tempat persembunyian pejuang Klakah. Kapten Suwandak
tertembak mati dalam usia yang relatif masih muda dan mayatnya diangkut dalam
keadaan hanya bercelana dalam hitam dengan diikat tangan dan kakinya, mayatnya
kemudian dibuang di Stasiun Klakah dengan maksud untuk menimbulkan rasa takut
kepada penduduk dan para pejuang lainnya.





Komentar
Posting Komentar